Kasih Karunia Allah Menumbuhkan Harapan
Yohanes 11: 1–15, 25–29, 33–45
Keadaan yang serba sulit karena perang, krisis kesehatan, krisis sosial dan berbagai kesulitan ekonomi selalu membuat kebanyakan orang putus asa, kehilangan semangat kehidupan dan kehilangan pengharapan. Terlebih berbagai kerusakan-kerusakan lain dalam kehidupan yang ditimbulkan oleh keberdosaan manusia, yakni keinginannya dalam daging. Mereka yang kehilangan pengharapan merasakan dirinya seolah sudah mati, meski sejatinya masih hidup di tengah dunia ini. Tidak ada optimisme dalam hidup. Semua tampak suram dan menakutkan.
Kondisi ini hanya bisa diubahkan melalui perjumpaan dengan Sang Pemilik Kehidupan. Hanya Tuhan yang dapat memberikan kehidupan baru, yang membuat orang tidak lagi mendasarkan kehidupannya pada situasi di sekitar hidupnya. Allah yang penuh kasih berbelarasa pada mereka yang kehilangan pengharapan. Pasca pembuangan, bangsa Yehuda mendapat semangat baru melalui pemberitaan Yehezkiel (bdk. Yehezkiel 37:1-14). Keluarga Lazarus yang kehilangan harapan karena kematian Lazarus mendapatkan kembali pengharapan karena Tuhan Yesus hadir di tengah-tengah keluarga mereka dan membangkitkan Lazarus (bdk. Yoh. 11:1-15, 25-29, 33-45). Hal yang sama juga terjadi pada kehidupan umat Allah di segala masa.
Pada Minggu pra-paska ke lima ini kita akan menghayati kisah-kisah tentang pengharapan yang bersumber dari kasih karunia Allah. Kehidupan yang berpengharapan adalah hidup yang optimis, yakin bahwa hari esok adalah hari yang baik, hari yang berkemenangan. Hari esok adalah hari yang dipenuhi dengan kemampuan-kemampuan menjalani hidup dalam anugerah Allah. Inilah hidup yang berpengharapan. Hidup yang yakin bahwa selalu ada jalan keluar atas berbagai masalah yang menghambat hidup.