Karya yang Tak Terbatas
Bilangan 11: 4–6, 10–16, 24–29; Mazmur 19: 7–14; Yakobus 5: 13–20; Markus 9: 38–50
Keakuan atau keegoisan adalah jurang yang begitu besar, yang seringkali menjebak manusia untuk melihat bahwa seakan-akan irinyalah pemeran utama atau bahkan satu-satunya pemeran dalam kehidupan. Ketika hal tersebut terjadi, orang lain tidak lebih daripada sekadar pemeran pendukung yang sifatnya melengkapi, atau bahkan dianggap tidak mampu, tidak layak, dan tidak boleh berperan sama sekali. Bila terjadi sesuatu yang indah atau baik, ia menjadi seorang yang tampil di depan untuk menunjukkan bahwa itu semua karena kehadirannya. Namun, bila yang terjadi adalah sebaliknya, ia mengganggap hal itu terjadi karena perbuatan orang lain, atau karena ia tidak berperan di dalamnya. Orang semacam ini memiliki rasa superioritas. Merasa superior adalah ciri khas dari narsisisme, yang membuat seseorang merasa dirinya lebih baik dari orang lain, merasa patut diperhitungkan keberadaannya, membutuhkan pengakuan dan pujian, merasa sangat berhak untuk apa pun, termasuk dalam keberhasilan. Dengan kata lain, keberhasilan itu hanya boleh terjadi dalam atau karena dirinya, dan tidak untuk orang lain. Mereka tidak hanya membatasi karya dan kebaikan itu dalam diri orang lain, tetapi juga merendahkan, bahkan meremehkan orang lain, khususnya mereka yang dipandang bukan “bagian dari dirinya”.
Bacaan leksionari kita Minggu ini ingin memperlihatkan apa yang terjadi di antara murid Yesus, yakni mereka memonopoli dan membatasi kuasa atau karya Allah dari orang lain (yang bukan pengikut Yesus). Dalam sikap eksklusifnya, para murid tidak menerima kenyataan apabila kuasa Allah juga bekerja dalam diri orang yang berbeda. Problem ini juga muncul dalam kehidupan bangsa Israel. Yosua bermaksud untuk mencegah dua orang yang tidak tergabung dalam kemah untuk menerima Roh Allah. Sebagaimana Yesus dan Musa, kita perlu bersama menyadari bahwa Allah turut bekerja dalam hidup semua orang, bahwa karya Allah bukanlah sesuatu yang dapat dimonopoli dan dibatasi. Baik diri kita maupun orang lain, dapat dipakai-Nya untuk menyatakan kemuliaan dan pekerjaan Allah atas dunia ini. Sehingga, keberagaman karya Allah merupakan sesuatu yang patut disyukuri dan dirayakan bersama-sama. (YAW)