Kesalehan rohani rupanya dapat mematikan hati nurani. Kehidupan beragama dan ritual ibadah yang seharusnya mengantar orang pada kualitas iman dan keutuhan diri (spiritualitas) sebagai pribadi milik Tuhan, sepertinya masih sebatas teori; atau setidaknya belum sungguh dihayati dan mentransformasi diri. Umat beragama kadang hanya terpaku pada tulisan dan aturan baku, kemudian mengaku bahwa hidupnya sudah nomor satu. Kerohanian seseorang kerap dinilai dengan kerajinan ritual serta tampilan luar dalam berbagai atribut keagamaan. Akibatnya, mereka yang dianggap ‘saleh’ seakan ‘berhak’ untuk menegakkan aturan dan menindak setiap bentuk pelanggaran. ltulah yang terjadi pada kisah Yesus pada bacaan Injil pada hari ini. Aturan Yahudi tentang Sabat menjadi sanggahan atas penyembuhan yang dilakukan Yesus bagi seorang perempuan yang bungkuk punggungnya oleh karena dirasuki roh selama 18 tahun.
Sebagai bangsa yang ber-Tuhan dan baru saja merayakan hari ulang tahun kemerdekaan ke-77, perenungan Minggu ini juga dapat menambah wawasan dan refleksi mendalam tentang panggilan iman dan identitas kebangsaan kita bersama. Sebab sampai hari ini, kita masih sering diadu domba dalam urusan agama. Minimnya kesadaran literasi, membawa sebagian besar umat beragama hanya menelan mentah-mentah dogma dan ajaran para ‘pemuka agama’. Bahkan propaganda yang dengan mudah disetir menjadi alat provokasi dan manipulasi sehingga banyak kita saksikan kelompok-militan (bahkan) radikal yang bernafaskan agama di bumi Nusantara. Inikah yang kita rindukan dalam memaknai Kernerdekaan?Marilah kita semakin menghayati peran/makna dan panggilan iman, khususnya sebagai orang Kristen Indonesia.