Kemuliaan dalam Solidaritas Tanpa Batas
2 Raja-Raja 2: 1–12; Mazmur 50: 1–6; 2 Korintus 4: 3–6; Markus 9: 2–9
Media sosial turut melahirkan suburnya jurnalisme warga (citizen journalism). Setiap orang bisa mengumpulkan, melaporkan, menganalisis dan menyampaikan berita melalui media sosialnya. Jika dulu warga masyarakat hanya menjadi konsumen berita dari para wartawan dan media masa; kini semua orang bisa menjadi saluran berita. Ada orang-orang yang hobi mengekspos segala sesuatu tentang dirinya, aktivitas hariannya, keluarganya, produk jualannya, Iiburannya, makanan kesukaannya, hingga mimpi-mimpinya.
Namun, juga tak sedikit orang yang suka memburu berita-berita kontroversial dan inspiratif yang dipandang dapat menggegerkan grup-grup di media sosial; dan ada pula yang hobi menulis opini, bak seorang pakar blog personal maupun domain komersial. Bahkan, ada pula yang mendadak menjadi seorang apologet, yang menduplikasi konten-konten keagamaan sambil menghujani agama lain dengan kritik. Dalam perkembangannya, diunggah atau tidaknya sebuah konten di media sosial sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak like, love, followers maupun subscribers. Makin heboh responnya, makin sering konten-konten serupa diproduksi. Makin gaduh masa, makin semangat produsen maupun forwarder beritanya. Persoalan bahwa hal-hal yang dibagikan itu bersifat hoax, urusan belakangan. Akhirnya, partisipasi publik justru menjadi hal yang perlu difilter berulang kali.
Di tengah budaya forward yang terjadi di masyarakat, pesan Minggu transfigurasi hari ini akan berfokus kepada kehendak Yesus memilih tak mcngekspos kemuliaan- Nya sebelum terkonfirmasi dari tindakan (karya saIib-Nya). Pesan transfigurasi hari ini bisa saja mengguncang konstruksi berpikir anggota jemaat tentang kesaksian, dan pencapaian hidup. Di dalam kepungan apresiasi instan yang belum tentu tulus, tetapi memainkan, umat diajak untuk menapaki jalan Kristus yang meminta para muridnya menunda adorasi sampai karya solidaritas-Nya terwujud tuntas, dan kemenangan-Nya atas maut tak terbantahkan.
Harapannya, umat menyadari bahwa kemuliaan seseorang tak bergantung pada kemilau yang dilihat orang lain, melainkan dari kesetiaan terhadap misi Allah bagi kehidupan. Cahaya kemuliaan Kristus memancar sebab Allah berkenan kepada Dia yang kesetiaan-Nya tak terbantahkan. (AP)