Mata rantai iman dari para leluhur kita akan terus tersambung dari generasi ke generasi. Kaitan-kaitan itu berupa penuturan kisah-kisah iman pada Allah yang dilakukan melalui penceritaan dan keteladanan. Bentuk keteladanan adalah menjalani ritual harian atau pembiasaan-pembiasaan yang mencerminkan iman pada Allah. Keteladanan iman orang tua akan berdampak dan dihidupi oleh generasi sesudahnya jika anak-anak dan generasi sesudahnya melihat, mengalami serta merasakan semua yang dilakukan orang tuanya. Seorang anak yang senang melihat cara orang tuanya berdoa, beribadah menumbuhkan kecintaan mereka pada doa dan ibadah. Seorang cucu yang kagum melihat kakek-neneknya membaca Alkitab dengan tekun akan menumbuhkan semangat untuk mencintai Alkitab. Di dalam relasi yang hangat, penuh kasih, teladan-teladan iman bertumbuh. Orang tua meneladankan imannya pada generasi sesudahnya sekaligus belajar dari mereka. Dampaknya iman bertumbuh kembang di tengah zaman yang terus berubah.
Dalam nyanyian pengajaran Asaf sebagaimana ditulis di Mazmur 78, kita diingatkan tentang pentingnya memelihara mata rantai iman pada Allah. Mata rantai itu terpelihara di dalam persekutuan umat beriman melalui tuturan-tuturan kisah perbuatan Tuhan yang ajaib. Pengalaman akan Allah yang diliturgikan dan dirayakan bersama dalam kehangatan dan cinta menjadikan semua senantiasa menaruh kepercayaan kepada Allah dan memegang perintah-perintah-Nya (Mazmur 78:7). Mazmur 78 mengungkapkan watak dasar Alkitab yang intergenerasional. Mazmur ini ditulis bukan untuk orang-orang dewasa, namun juga bagi semua anggota keluarga. Keluarga yang intergenerasional menjadi pusat pembentukan hidup. Di sana ada keragaman karakter, harapan namun dihimpun menjadi satu dengan ikatan kasih.
Kasih yang mengikat semua orang bersumber dari Allah. Kasih itu telah dialami, dirasakan oleh umat dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, hingga dari masa ke masa. Pengalaman itu perlu dirayakan bersama keluarga supaya semua anggotanya saling meneguhkan dan hidup beriman terus berlanjut seperti mata rantai yang terus berkaitan antara satu dengan yang lain. Pengembangan dan upaya memperkenalkan pengalaman iman pada Allah terus berproses di tengah zaman yang terus berubah. Penghayatan iman membutuhkan ingatan akal budi dan hati. Dengan akal budi manusia mengerti setiap perbuatan ajaib Tuhan. Melalui hati, orang merasakan sapaan keajaiban Tuhan di dalam hidupnya.