Hegel, filsuf Jerman abad 19, menyebut hidup yang bahagia adalah hidup yang bermakna secara pribadi sebagai moralitas dan hidup yang bermakna secara sosial sebagai hukum. Senada dengan Hegel, dunia psikologis juga menyetujui hal serupa, paling tidak sebagaimana yang digambarkan oleh Frankl. Setiap manusia ingin bahagia, dan kebahagian diraih ketika kebermaknaan menyentuh ruang pribadi maupun sosial. Oleh karenanya, Pada Minggu pertama di Bulan Keluarga ini, umat telah diundanguntuk berbahagia, tentunya dengan harapan bahwa dari pribadi yang mampu untuk bahagia akan terwujud keluarga (sosial) yang bahagia pula. Di tengah ajakan untuk menjadi pribadi yang berbahagia, pada Minggu kedua umat juga diingatkan akan adanya kesuksesan dan kegagalan yang merupakan entitas tak terelakkan dari kehidupan manusia. Sehingga ketika kedukaan, kegagalan itu melanda kehidupan, umat dapat menyikapinya dengan benar, sebagaimana yang diharapkan dalam Minggu ketiga. Pada Minggu keempat, umat diteguhkan kembali pada iman, pengharapan dan kasih sebagai kesempurnaan akan kebermaknaan hidup sekaligus pembuka pada kebermaknaan secara sosial.
Jika pada Minggu pertama hingga Minggu keempat, secara pribadi umat telah diajak untuk mencari kebermaknaan hidup melalui entitas-entitas tak terelakkan yang ada, maka pada Minggu penutupan bulan keluarga ini, umat diajak untuk menemukan kebermaknaan hidup berkeluarga melalui perjumpaan mereka dengan Tuhan. Sebuah keluarga di mana masing-masing anggotanya tidak memiliki kebermaknaan hidup tentu bukanlah hal yang baik. Ayah yang tidak bahagia akan membawa dampak yang tidak bahagia pula bagi ibu, anak-anak dan anggota keluarga yang lain, demikian seterusnya. Oleh sebab itu, ketika masing-masing pribadi telah dituntun untuk berjumpa dengan Allah melalui peristiwa di masa lampau, masa kini dan harapan yang akan datang, mereka dapat menemukan kebermaknaan hidup yang membuat mereka menjadi pribadi yang bahagia. Dari pribadi-pribadi yang telah berbahagia karena memiliki hidup penuh makna inilah, diharapkan mampu menciptakan suatu keluarga yang hidup penuh makna pula. Sehingga impian hidup berkeluarga yang bahagia, dapat dirasakan tidak hanya sebatas mimpi, namun pada peziarahan sehari-hari.