Tuhan Yesus yang penuh belas kasih mengundang setiap orang untuk berbahagia. Ia memahami bahwat tidak semua orang berbahagia. Hidup yang tidak berbahagia menjadikan semua hal dijalani dengan berat. Beban itu menindih dan menekan. Jika tidak ada pertolongan, tekanan dalam diri seseorang akan dilimpahkan pada yang lain sehingga orang-orang, bahkan lingkungan di sekitarnya turut menjadi korban. “Berbahagialah”, demikian undangan Tuhan Yesus bagi setiap orang saat Ia menyampaikan khotbah-Nya di atas bukit. Seorang penafsir Alkitab bernama Sefan Leks menyebut bahwa kebahagiaan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus adalah kebahagiaan yang memiliki nilai religius. Makna berbahagialah adalah “terberkatilah”. Dengan demikian, bila seseorang merasakan hidupnya terberkati, hidupnya akan bahagia dalam segala keadaan. Kebahagiaan bagi orang yang terberkati bukan hanya pada saat mendapat sesuatu yang diinginkan. Hal itu sangat jelas sebagaimana yang disabdakan Tuhan Yesus: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, berbahagialah yang berdukacita, berbahagialah yang lemah lembut, berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran…” Di depan Yesus, semua orang layak untuk berbahagia. Ia mengundang kita untuk merasakan dan merayakannya. Kebahagiaan dalam Yesus mengandaikan tigal hal, yaitu: masa kini, masa yang akan datang, dan bertumpu kepada-Nya. Kebahagiaan di masa kini terjadi ketika kita mampu menerima kenyataan hidup. Kebahagiaan di masa
yang akan datang terjadi karena ada harapan. Semua itu terjadi saat kita bertumpu pada Yesus. Melalui pemberitaan firman pada hari ini, umat diharap memahami makna undangan berbahagia yang disampaikan Tuhan Yesus melalui khotbah di atas bukit. Selanjutnya umat mewujudkan undangan untuk berbahagia dalam hidup sehari-hari. Selamat berbahagia!