Berjuang di Tengah Rasa Tertekan dan Gelisah
Mazmur 42
Dalam pengertian sehari-hari, masalah kesehatan manusia biasanya lebih banyak dikaitkan dengan kesehatan fisik. Padahal, kesehatan seseorang bukan hanya terkait fisiknya. Belakangan ini semakin banyak masalah serius yang disebabkan oleh gangguan kesehatan mental. Angka bunuh diri meningkat, angka bullying di antara generasi muda juga semakin tinggi dan mengakibatkan banyak anak hingga usia pemuda merasa tertekan. Trauma yang tak banyak diketahui dapat memicu tindakan-tindakan yang mengejutkan. Banyak orang tenggelam dalam rasa gagal, terpuruk, tertolak, kesepian, malu, dan tidak segera mendapat pertolongan.
Di bulan Oktober ini, pada tanggal 10 setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini diperlukan untuk menumbuhkan kepedulian seluruh penduduk dunia terhadap isu kesehatan mental yang bias terjadi di mana saja, pada siapa saja. Mengingat bahwa siapa pun berpotensi untuk mengalami masalah kesehatan mental, maka keluarga, sebagai unit persekutuan terkecil dalam jemaat, diajak untuk peduli terhadap isu ini. Sikap serta perkataan pasangan, orang tua, anak, atau saudara, bukan tidak mungkin bisa membuat masalah kesehatan mental yang sedang dialami oleh salah seorang anggota keluarga justru menjadi lebih parah. Misalnya, ketika anggota-anggota keluarga mengabaikan atau menganggap remeh kecemasan yang sering dialami oleh salah satu anggotanya. Atau, sikap menyalahkan dan memarahi anggotanya yang sering merasa ketakutan, panik, atau sudah lama menampakkan kondisi tidak bersemangat mengerjakan apa pun. Respons yang benar dari anggota keluarga terhadap seseorang yang sedang mengalami masalah kesehatan mental sangatlah penting. Sebagaimana orang dengan gangguan kesehatan fisik perlu dukungan dalam upaya untuk sembuh, demikian pula orang yang menghadapi gangguan kesehatan mental.
Minggu ini, seiring dengan peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia, kita akan merenungkan tentang bagaimana menghadapi realitas hidup yang menekan dan mengguncang jiwa, dengan berpegang pada Tuhan. Tuhan menerima setiap orang sebagaimana ia ada, Ia menerima dan memampukan umat-Nya untuk berproses di tengah persoalan berat itu dan melewatinya. Bagaimana dengan orang yang tidak sedang mengalami gangguan kesehatan mental? Ada panggilan Tuhan untuk ikut mengalirkan kasih dan empati bagi sesama yang hidupnya sedang tertekan, gelisah, dalam kondisi trauma, stres, maupun depresi. Dengan kasih-Nya, Tuhan meraih mereka semua. Ia tidak menghakimi, menyalahkan, membiarkan atau meninggalkan mereka. Ini juga menjadi panggilan bagi kita untuk hadir sebagai saudara dan sahabat bagi sesama. Kehadiran kita dengan kasih akan membawa kabar baik itu, bahwa mereka tidak sendirian menjalani saat-saat yang berat ini. (HAS)