Beriman dengan Sederhana
Yesaya 50: 4–9; Mazmur 118: 1–2; 19–29; Filipi 2: 5–11; Yohanes 12: 12–16
Manusia mengharapkan kedahsyatan Allah untuk mukjizat kesembuhan, penyelesaian masalah, sukses dengan segera. Pada kenyataannya, apakah Allah selalu menunjukkan pertolongan dengan cara yang tampak spektakuler, dalam tempo singkat seperti harapan manusia? Dalam karya-Nya, Allah menyatakan pertolongan dalam berbagai cara, termasuk melalui hal-hal yang tampak sederhana dan biasa-biasa saja. Cara-cara yang sederhana itu pada dasarnya dahsyat. Hanya saja kita kerap kurang peka menanggapi karya Allah tersebut.
Minggu Palma ini kita menghayati kemuliaan Yesus yang masuk ke Yerusalem untuk mengalami penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya dengan cara sederhana. Kala itu seseorang yang dianggap mulia biasanya diarak dengan menaiki kuda yang gagah. Hal ini dilakukan oleh para pemimpin Romawi. Mereka menaiki kuda yang gagah untuk menunjukkan eksistensi kekuasaannya. Cara Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya berbeda dengan pemimpin Romawi. Ia memilih menggunakan keledai sebagai tunggangan-Nya. Keledai sering dinilai dungu dan lamban. Namun di balik pandangan khalayak ramai tentang keledai yang semacam itu, ternyata keledai memiliki keunggulan. Hewan ini bisa dimiliki semua kalangan karena harganya murah; bisa berjalan di jalan bebatuan, tahan haus. Di sini keledai menjadi simbolisasi cara Allah bekerja. Ia bekerja dengan cara yang tampak sederhana, biasa-biasa saja, namun menjangkau semua kalangan.
Melalui ibadah Minggu Palma ini kita diajak menghayati peristiwa Kristus dan beriman pada-Nya dengan sederhana. Iman yang sederhana membawa kita pada keyakinan yang penuh akan Kristus dan hidup dengan kerendahan hati sebagaimana yang telah diteladankan oleh Kristus. (GESH)