Teguran yang Memulihkan
Yehezkiel 33: 7–11; Mazmur 119: 33–40; Roma 13: 8–14; Matius 18: 15–20
Dalam hidup bersama, bertegur-sapa adalah sebuah keniscayaan. Melalui bertegur-sapa itulah kita bisa membangun kehangatan dalam perjumpaan serta membuat kita semakin mengenal satu dengan yang lainnya. Namun sesungguhnya, bertegur-sapa bagi sebagian orang bukanlah perkara yang mudah. Bertegur-sapa menjadi semakin sulit ketika harus kita lakukan kepada orang yang tidak kita kenal apalagi kepada orang yang telah melakukan apa yang mendatangkan masalah bagi kita. Kalau toh kita menegur orang asing, hanya “say hello”. Namun, tidak demikian dengan kalau kita berjumpa dengan orang yang telah meIukai kita atau membuat masalah dengan kita, maka bukannya teguran yang ramah yang akan kita lakukan melainkan kemarahan dan kebencian dan tak jarang sebuah penghakiman.
Dalam hidup bersama sebagai jemaat, tentunya kehidupan menggereja kita tak senantiasa mulus-mulus saja. Kita juga tak senantiasa berjumpa dengan orang-orang yang baik, apalagi malaikat. Sehingga potensi konflik sejatinya tak bisa dihindarkan. Dalam kondisi yang seperti ini, apa yang diungkap oleh Yesus penting untuk kita beri perhatian. Sebab, dengan langkah-langkah pastoral yang coba disampaikan oleh Yesus inilah kita dimampukan untuk menjaga kehidupan menggereja tetap utuh.
Pendekatan komunikasi yang dibangun atas mereka yang kedapatan bersalah bukanlah penghakiman, melainkan kasih. Kita menempatkan orang yang bersalah sejatinya punya hak untuk dipulihkan dan kembali dalam kehidupan yang benar. Hal ini tak akan bisa terwujud manakala komunikasi yang dibangun adalah penghakiman dan jarak yang sedemikian jauh.
Semangat untuk tetap mendambakan mereka yang telah tersesat untuk kembali adalah jiwa yang harus dipertahankan dengan sangat kuat. Sebab, godaan terbesar dalam komunikasi dengan mereka yang kedapatan telah melakukan kesalahan atau dosa adalah memandang mereka sebelah mata dan kita memposisikan diri sebagai yang baik dan benar. Komunikasi yang membuka diri bagi orang yang berdosa kembali sangat penting. Karenanya, niatan untuk mempermalukan tak ada dalam diri mereka yang membangun komunikasi. Untuk itu, semangat seperti seorang gembala yang terus mencari dombanya yang hilang perlu dimiliki oleh setiap anggota jemaat agar keutuhan tubuh Kristus dapat terus dipertahankan. (S)