Kebenaran Terkadang Menggelisahkan
Roma 6: 12–23
SHALOM! Mungkin, tidak salah bila kita katakan bahwa kata dalam Bahasa Ibrani ini menjadi sebuah trademark bagi orang Kristen. Baik di dalam kebaktian-kebaktian Minggu, persekutuan, ataupun ketika saling berpapasan satu dengan lainnya, kata ini sering menjadi pembuka dari percakapan yang akan berlangsung. Kata yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi sekedar sapaan seperti kata “halo” dan “hai” ini pun, akan lebih bermakna lagi, ketika disandingkan dengan kata lainnya menjadi shalom aleichem, yang dapat kita terjemahkan dengan “damai sejahtera (bagimu)”. Bahkan, kata ini seringkali digunakan oleh Yesus sendiri ketika menyapa murid-murid-Nya (mis. Mat 10:12).
Tidak salah rasanya kalau lantas kita katakan bahwa memang, kita sebagai manusia senantiasa mencari damai sejahtera di dalam keh idupan kita. Siapakah dari kita yang tidak mau merasa aman dan nyaman di dalam hidupnya, terlepas dari segala macam kegelisahan yang senantiasa menghantui kita?
Namun sayangnya, kebenaran tidak selalu menyenangkan. Bahkan terkadang, kebenaran itu terasa menggelisahkan. Ada beragam cara yang kemudian digunakan oleh manusia untuk mengatasinya. Ada yang bersikap apatis, tidak mau tahu dengan realita yang ada di sekelilingnya. Ada yang lantas menutupi kebenaran itu dengan segala macam cara, sehingga kebenaran tersebut tidak terkuak. Ada juga yang lantas melarikan diri dari kebenaran tersebut karena merasa tidak sanggup menanggung konsekuensinya. Inilah yang menjadi sebuah masalah yang nyata di kehidupan kita sebagai orang Kristen: Ketika Kabar Baik yang memang harus diberitakan, lantas kalah prioritas dengan kenyamanan dan ketenangan pribadi.
Malah, lebih parah lagi, karena justru yang mudah beredar bukanlah fakta- fakta kebenaran, melainkan berita-berita tidak benar dalam bentuk gosip maupun hoaks. Banyak orang merasa tertarik ketika membaca judul-judul berita yang tampak menggemparkan, dan mudah sekali membagikannya kepada satu dengan yang lainnya, tanpa terlebih dahulu mengkritisi isi yang terkandung di dalamnya. Tentu, masih hangat dalam ingatan kita bagaimana black campaign menghantui pesta demokrasi Indonesia yang berlangsung di tahun 2019 yang lalu.
Kalau memang demikian, bagaimana kita bersikap sebagai orang Kristen? Ketika diperhadapkan kepada dua pilihan itu — antara kebenaran atau kedamaian, lantas mana yang menjadi prioritas yang kita pilih?