Belas Kasih Allah
Hosea 5: 15–6: 6; Mazmur 50: 7–15; Roma 4: 13–25; Matius 9: 9–13, 18–26
Tren selfie bagi kalangan umat percaya, tidak hanya dilakukan ketika sedang bekerja maupun menjalani kegiatan rutin lainnya. Dalam beberapa kesempatan, saya melihat jemaat merekam peristiwa Perjamuan Kudus, membagikan foto anggur dan hosti yang dilengkapi dengan tulisan: “#perjamuankudusdirumah” atau “#perjamuankudusonline”. Tidak hanya itu, ada banyak foto-foto lain yang juga dibagikan ketika sedang hari raya gereja tertentu. Tren tersebut memberikan kesan mempertontonkan ritual peribadatan kepada orang-orang di media sosial. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, tetapi rasanya kita sepakat bahwa ada sesuatu yang lebih penting di balik kebiasaan foto-foto tersebut. Hal yang penting untuk disadari adalah sesungguhnya relasi dengan Tuhan tidak hanya sekedar ritual belaka. Relasi dengan Tuhan dalam Ibadah tidak hanya terjadi saat kita beribadah, dengan durasi 60–90 menit di gereja. Setelah kita keluar pintu gereja, kita sesungguhnya sedang menjalani ibadah yang sesungguhnya, yakni ‘ibadah aksi’ setiap hari.
Bacaan pertama kita, Hosea 5: 15–6: 6 mengingatkan bahwa bukan hanya persembahan korban yang perlu kita berikan. Korban sembelihan dan korban ritual sebanyak apapun, jika tanpa keseungguhan akan sia-sia. Pertobatan kita tidak sekedar diukur dari ritual keagamaan, tetapi juga aksi nyata kita dalam kehidupan sehari-hari. Pertobatan yang didasarkan dari kerinduan untuk mengenal-Nya dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Mazmur 50: 7–15 pun menegur setiap umat! Bukan korban bakaran dan korban sembelihan yang Allah kehendaki. Yang Allah kehendaki adalah “datanglah, berserulah kepada-Nya dalam kesesakan kita, karena Allah akan memulihkan setiap kita yang berdosa.”